Rabu, 06 November 2013

Ratusan Massa Hadang PN Jakbar, Eksekusi Rektor Usakti Kembali Gagal

    Pihak Pengadilan Negeri Jakarta Barat kembali gagal membacakan putusan eksekusi terhadap sembilan Rektor Universitas Trisakti, Rabu (06/11). Ratusan massa pendukung termohon eksekusi terdiri dari dosen, mahasiswa dan karyawan sejak pagi hari siap siaga menghadang di pintu masuk Jalan S.Parman no.1, Grogol Jakarta Barat.
    Melihat adanya ratusan massa yang menghadang, petugas eksekusi PN Jakbar yang dipimpin H.Sulaiman terpaksa batal membacakan putusan eksekusi. Perlu diketahui, Yayasan Trisakti vs Rektor ini sudah ketiga kalinya terjadi gagal eksekusi.
    Para mahasiswa pendukung Rektor melakukan orasi, bahwa Pihak Yayasan Trisakti bukanlah sebagai pendiri dan pemilik kampus Usakti. Menurut mereka kampus Universitas Trisakti (Usakti) didirikan oleh Pemerintah RI. ‘Universitas Trisakti didirikan oleh Pemerintah RI, maka seluruh asset Trisakti adalah milik Negara’, kata sejumlah mahasiswa sambil membentangkan spanduk berbagai ukuran. Bahkan ada spanduk berukuran besar terpampang di depan kampus: “Milik Negara Dilarang Eksekusi”.
    Pihak PN Jakbar sendiri terpaksa mundur dan batal pembacaan eksekusi itu karena menghindari hal yang tidak diinginkan. Petugas mengaku tidak ingin terjadi bentrok fisik antara pelaksana eksekusi dengan massa penghadang. Apalagi jumlah massa itu jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah petugas eksekusi yang juga dijaga ketat pihak Kepolisian.
    Beberapa waktu yang lalu diberitakan kasus eksekusi ini terjadi karena pihak Yayasan Trisakti dan Rektor Usakti saling gugat-menggugat di Pengadilan perihal kepemilikan kampus Universitas Trisakti tersebut dan akhirnya dimenangkan oleh pihak Yayasan. Kemudian pihak Yayasan mengajukan permohonan eksekusi terhadap sembilan orang Rektor Trisakti, salah satunya adalah Thoby Mutis, agar para Rektor tidak boleh melakukan kegiatan aktifitas apapun di dalam kampus tersebut.
    Namun para Rektor melakukan perlawanan dengan didukung para mahasiswa, karyawan dan termasuk dukungan dari Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Amir Syamsudin dan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto yang ketika itu menjadi Kuasa Hukum termohon eksekusi, sehingga pelaksanaan eksekusi sampai saat inipun gagal.